Hari Besar yang Ternyata Biasa Saja

Hari Besar yang Ternyata Biasa Saja


Outing Class. Siapa pun pasti senang mendengarnya, bukan? Aku juga begitu. Tanpa kusadari, hari itu pun datang. Aku berdiri di hadapan barisan bus berwarna merah jambu, dan aku tidak menyangka aku mendapat bus terakhir yang berwarna merah.

Tidak masalah, toh, aku tidak suka merah jambu, pikirku. Setelah terjadi perdebatan yang cukup sengit karena masalah tempat duduk temanku yang berdekatan dengan laki-laki, aku akhirnya duduk tenang di pojok kanan paling belakang bus.

Cukup nyaman sebenarnya, karena jendelanya lebar dan pemandangan di luar sepanjang perjalanan outing class ini indah. Namun, justru karena jendela lebar itulah, aku terpikir, apa ada orang dari luar yang bisa melihatku? Ah, salahku, aku lupa menutup tirai.

Sarapan, ganti baju, lalu digiring ke dalam sebuah situs bernama Gua Jatijajar. Panas, sejujur-jujurnya. Salahku lagi, aku lupa bawa kipas. Tapi, pada akhirnya, aku senang karena aku bisa membelikan seseorang sebuah oleh-oleh. Jangan tanya siapa orangnya, oke?

Asin, pikirku ketika sedikit pasir di pantai itu terbang dari salah satu ban mobil Jeep di depanku, tepat mendarat di bibirku. Wajahku kotor, untungnya aku membawa tisu basah. Pemandangan pantainya indah, anginnya mengibarkan lanyard yang kupakai sampai ke punggungku, untungnya benda itu tidak putus. Kata guruku, pantai itu dulunya adalah dasar palung. Benarkah? Aku tidak tahu. Sepatuku basah karena ombak pantai. Salahku, aku lupa pakai sandal. Mobil Jeep yang kutumpangi bersama teman-temanku sempat mogok, untungnya kami tidak terlambat sampai ke bus.

Aku menghempaskan diri ke atas ranjang hotel setelah duduk di bus hampir seharian, lengan kanan, punggung, dan pinggangku sakit. Sebagian besar karena terlalu banyak duduk, hanya pinggangku terbentur besi pegangan di mobil Jeep. Aduh, membekas merah. Salahku untuk kesekian kalinya, aku malah berdiri saat mobil Jeep dengan brutal membelok-belok di pasir. Tak apa, tak masalah. Aku masih bisa berjalan.

Jalan-jalan di Malioboro, aku malah sibuk mencari Mall Malioboro karena aku dan temanku tidak bisa membaca peta. Oh, ketemu, setelah sekian menit. Setelah makan malam, aku menjadi nyamuk dan malah jadi fotografer dadakan karena mengganggu malam temanku bersama, ekhem, teman laki-lakinya. Salahku, aku gagal mengajak seseorang yang kusebutkan di atas untuk ikut outing class.

Perubahan jadwal, istilah paling tidak menyenangkan di hidupku, membuat hidupku yang menyenangkan ini menjadi memusingkan dan tidak teratur. Tapi, tak apa, aku membeli beberapa oleh-oleh khas Yogyakarta untuk keluargaku di rumah.

Lalu ke Candi Prambanan, gelato-nya enak tapi mahal. Tak masalah, uang jajanku saja yang sedikit. Panas, tapi aku bisa dapat foto bagus di situs sejarah yang katanya ditetapkan UNESCO sebagai salah satu situs warisan dunia. Sip, aku dapat sedikit ide untuk tugas laporan outing class.

Berputar-putar di Taman Pintar, menyenangkan, akhirnya. Aku mendapatkan banyak ilmu baru yang sebenarnya bisa aku baca di internet. Tenang saja, sedikit olahraga turun tangga yang panjang sampai ke lantai dasar membuatku sadar aku harus lebih banyak menjaga tubuhku dengan banyak naik-turun tangga.

Perjalanan pulang adalah waktu yang kutunggu-tunggu. Aku mendengarkan lagu dengan earphone sepanjang malam, menikmati pemandangan di luar jendela. Tidak kok, aku tidak bisa lihat apa-apa karena gelap. Kepalaku terantuk beberapa kali karena bantal bus yang sebelumnya ada di sebelahku hilang entah ke mana. Tak apa, aku masih bisa tidur.

Yak, singkatnya, aku mendapatkan sedikit banyak pengalaman baru lewat outing class saat itu. Menyenangkan, kalau udaranya sejuk dan bantal bus itu tidak hilang. Oh, salahku, tidak mungkin daerah dekat pantai berhawa seperti di gunung, bukan?

Komentar

  1. Rasanya ingin segera lebaran deh biar salahmu lebur semua hehehe....

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surprise at My 17

Kamar Misterius di Rumah Berhantu

Dari Haksa: Untuk Nibiru.