Semua Membumi
SEMUA MEMBUMI
Namanya Datuk, penduduk bilang dia orang
gila. Tak lagi punya kerabat. Tidak bekerja dan selalu berkelana.Ke jalan-jalan
kampung, ke sawah, ke sungai, ke hutan. Sesekali dia terlihat tidur di
gubuk-gubuk sawah milik petani, lalu pergi saat pemiliknya datang.
Makan hanya dari buah-buahan yang tumbuh di
hutan, dan hanya minum dari mata air.
Meskipun pakaiannya tidak compang-camping,
tapi tak pernah sekalipun ku lihat dia memakai alas kaki.
Pernah suatu saat ku tanyakan, akan tetapi
katanya, “lebih nyaman kalo begini, man. Bisa dengar tanah berbisik lewat kaki
ku, menyampaikan pesan dari bumi."
Datuk hemat bicara, bahkan dengan ku yang
sudah dikenalnya sejak usia anak-anak. Bisa dibilang, dia adalah penjaga bumi.
Emosinya langsung naik jika lihat ada penduduk yang merusak lingkungan.
Suatu waktu, pernah ada pemuda membuang
puntung rokok ke badan jalan dengan sengaja saat mengendarai sepeda motor.
Dia langsung melemparkan kerikil ke tubuh
pemuda itu sambil marah-marah.
Tak terima dengan perlakuan Datuk, pemuda
itu memutar sepeda motor menghampiri Datuk, bersiap akan membalas dengan
melemparkan batu lebih besar padanya.
Beruntung hal itu berhasil digagalkan oleh
warga.
Rasa kesal dan marahnya kembali datang
ketika melihat ada sekelompok ibu-ibu yang mencuci pakaian di sungai
menggunakan deterjen.
Belum lagi saat mobil-mobil pengangkut
getah karet harus bolak-balik lewat desa meninggalkan asap knalpot berwarna
pekat dengan bau menyengat.
Dia tentu merutuki mengapa barang-barang
dari kota seperti itu bisa masuk ke desa yang sangat jauh dari hiruk pikuk
kemegahan kota saat ini.
Begitu sering dirinya membuat keributan
dengan penduduk akibat hal-hal kecil seperti itu, sampai semua penduduk desa
mencibirnya dengan sebutan, "Orang gila!”
Pada suatu hari, Datuk terlihat berlari
menghampiriku.
“Ayman, coba lihat ini. Aku temukan ini di
tanah hutan dekat sungai." Diperlihatkannya kepada ku kerikil keemasan.
“Kamu tau ini apa?”
Sejenak aku coba amati, “Warna batumu itu
seperti perhiasan milik juragan singkong bapak ku, tuk. Apa mungkin kalau ini
batu emas?”
“Aku juga nggak tau, Man. Coba kamu tanya
saja. Ini aku berikan untuk kamu. Aku tidak butuh ini." Sambil kupandangi
batu yang kini berada di tanganku, aku akan memastikan.
Keesokan harinya, saat bapak akan
mengantarkan singkong hasil panen ke rumah juragan Rawuh, aku memaksa untuk
ikut karena ingin menanyakan soal batu yang diberikan Datuk kemarin.
Sesampainya di rumah juragan, aku
menyodorkan batu pemberian Datuk kepada juragan.
“Boleh saya tau juragan, apa ini emas atau
hanya batu kerikil biasa, ya?” Diambilnya batu tersebut kemudian diamati dengan
batuan lup yang sudah digenggam.
“Kamu dapet darimana batu ini, man?” masih
diamatinya lekat-lekat batu kerikil tersebut.
“Datuk yang menemukan itu di hutan,
juragan. Lalu batu itu diberikannya kepada saya."
“Saya belum bisa memastikan, man. Harus di
bawa ke toko emas yang ada di kota. Supaya bisa memastikan, nanti dibantu
dengan alat yang canggih."
Jangan juragan, itu pemberian Datuk."
“Heh, Ayman. Kalo sampe ini beneran emas
gimana? Coba pikir, man. Kamu bisa kaya raya. Bapakmu bisa beli sapi, bisa beli
motor bebek, man. Kamu gak jalan kaki lagi kalo berangkat sekolah.bLagipula
kalo memang ini benar emas dan dapatnya dari hutan, berarti semua masyarakat
juga berhak dapet bagian. Itu bisa memakmurkan seluruh warga desa."
“Yasudah juragan, kalau memang untuk
kemakmuran desa, tidak apa-apa di bawa, Gan."
KAMPUNG KEMAKMURAN |
“Nah bagus itu, Man. Saya ke kota selama
lima hari. Nanti saya kerumah bapakmu kalo memang batu milikmu ini emas."
Lima hari kemudian, juragan benar menepati
perkataannya dengan datang kerumah bapak untuk mencariku.
Bapak yang sebelumnya juga sudah mengetahui
maksudku menemui juragan, kini sangat gugup menerima kedatangan juragan,
menerima berita tentang batu.
“Benar, batu itu ternyata benar emas,"
Ungkap juragan.
Tidak perlu waktu lama, berita mengenai
harta karun hutan belakang desa telah menyebar ke seluruh penduduk desa.
Para petani mulai meninggalkan sawah,
kebun, dan ladang, kemudian pedagang menutup warung, para penggembala
meninggalkan ternaknya untuk beramai-ramai mencari emas di hutan.
Mereka semua pergi lengkap dengan peralatan bak pemburu harta karun. Dibawanya cangkul, parang, besek, wajan, apapun yang dapat memudahkan mereka dalam mendapatkan butiran emas seperti yang dibawa oleh Datuk.Disaat warga telah menemukan titik harta karun ada seorang yang bernama ajat mengaku-ngaku tanah tersebut milik dia.
warga pun kesal karena wilayah tersebut ada pemiliknya namun di aku-akui oleh seseorang yang bernama ajat.
Hutan yang masih perawan, kini mulai ramai dikunjungi manusia serakah. Memaksa membuka jalur menuju lokasi ditemukannya emas dengan membabat hutan. kini hutan yang dulunya lebat menjadi rusak dan gundul karena sering di tebang oleh manusia serakah yang ingin memiliki harta karun dari hutan tersebut.
SUMBER GAMBAR :
https://fotokita.grid.id/read/112860529/jawaban-apa-pengaruh-dari-kegiatan-manusia-terhadap-lingkungan-alam
KELOMPOK 1
KETUA : M.EDY (25)
ANGGOTA : DIMAS SATYA.A (10) DIRGA PRATAMA (11) LAUDZA'Ie MOHAMMAD.Z (22) M. SOLEH (27)
Komentar
Posting Komentar