Fluktuasi


    Matahari baru saja keluar dari peraduannya. Sinarnya yang membangunkan dedaunan yang menyisakan noktah air sisa hujan semalam. Orang-orang yang lewat lalang fokus mengerjakan aktivitasnya masing-masing seolah dikejar hari akhir. Demikian juga toko sembako "Apo-Banpo" milik pak Sugowo. Ia terlihat sedang membenahi barang-barang yang akan dijualnya dengan dibantu oleh karyawan kesayangannya, kak Rendy.
       Waktu kini menunjukkan pukul enam lebih lima puluh menit. Terlihat di seberang jalan deretan ruko, terdapat seorang wanita paruh baya bersama seorang gadis remaja berjalan dengan ritme yang bersamaan. Mereka terlihat memasuki toko milik Pak Sugowo, dan pada saat yang sama sang pemilik toko pun menyambut mereka dengan ramah.
     "Eh, bu Sani, non Perry.., selamat datang!" dengan senyum merekah terukir di wajahnya. Mereka pun membalas sapaan sang pemilik toko dengan menunduk sopan serta tersenyum ramah. Setelahnya bu Sani mulai memilih bahan pokok yang diperlukannya. Sembari menunggu ibunya, Perry berbincang sedikit dengan kak Rendy.
    “Kak Rendy, kenapa kakak mencari pekerjaan sampingan kerja di toko pak Sugowo?” tanya Perry. Hembusan nafas berat dari kak Rendy, dan menjawab, “Mau bagaimana lagi, Ryi? Perekonomian sekarang bisa disebut tidak stabil dan didukung terus menerus yang tidak masuk akal, jadi ya, Saya berinisiatif mencari pekerjaan mudah untuk membantu Ambu dan Abah.”
    Perry mengangguk dan mencerna jawaban dari remaja berumur sembilan belas tahun itu. Ia juga beropini sama. Ibunya seringkali mengeluh jika harga pangan pokok yang biasa dibeli menjadi naik atau jauh dari kata terjangkau.
 “Ternyata kenaikan harga ini benar-benar mempengaruhi perekonomian masyarakat dalam kehidupan sehari-hari ya? Kukira tidak akan seburuk ini..,” batin Perry. Lalu ia muncul saat Kak Rendy mengalihkan topik.
    "Ngomong-ngomong Ryi, setahuku terakhir kali aku mendengar beritamu di sekolah, kamu menenangkan KIR-IPS tingkat provinsi ya? membahas tentang materi apa?" tanya Kak Rendy.
    “Eh, bagaimana kakak tahu? Hehehe, ya kak. Kalau begitu, untuk cerdas cermat membahas mengenai krisis ekonomi dan kesenjangan sosial ekonomi,” jawab Perry.
    Kak Rendy berpikir sejenak dan berkata lagi, “Wah, bukanya itu permasalahan yang sedang lumrah akhir-akhir ini dan di alami banyak masyarakat ya? Bahkan di televisi sudah banyak diberitakan.”
    Perry mengangguk mantap sebelum akhirnya menjawab “Betul kak, belum lagi ternyata banyak yang menjadi faktornya. Sehingga menimbulkan salah satu faktornya juga mengenai kaitan sistem pembangunan di negara kita sendiri yang masih dari kata jauh dari kata tenteram dan berkecukupan,” jawab Perry.
    Benar sekali, hal ini disebabkan oleh sistem pembangunan Indonesia yang masih kurang memadai dan merata di Indonesia. Padahal banyak sekali peluang yang bisa dilakukan pemerintah untuk meminimalkan krisis ekonomi dan mencakup sosial ekonomi. Jadi, menurut prediksi krisis ekonomi diwanti-wanti di tahun 2025, jadi kita masih bisa bertindak, betulkan?
    Kebutuhan yang semakin mendesak, terutama kebutuhan primer atau bahan pangan pokok. Gaji masyarakat juga tidak seratus persen bisa mencukupi, banyak yang mencari pekerjaan sampingan. Lonjakan di Indonesia juga benar-benar menuju angka tinggi, nilai neraca rupiah Indonesia dengan nilai dolar saja jauh berbeda. Sisi lainnya, efektivitas dan ke-efisiensi zaman sekarang. Dengan adanya IPTEK memang membantu, tapi ada sisi merugikannya juga kan? Korupsi yang merajalela misalnya? Akibat para tikus kantor tersebut, semua infrastruktur pembangunan terutama daerah menjadi terhambat dan mengakibatkan hutang negara yang tinggi.
    “Pak, harga beras, cabai, dan bawang naik lagi ya?” kata Bu Sani disertai muka masamnya. “Iya bu, saya juga mengutarakan lama-lama, soalnya harus menambah modal dan menghasilkan pun gak banyak,” kata pak Sugowo dengan senyum terpaksa.
    Dengan bu Sani mendengar jawaban dari pak Sugowo, ia juga prihatin dengan keadaan sekarang yang serba mahal. Segera ia pun membayar bahan-bahan yang dibelinya, dan ia cukup terkejut setelah melihat jumlah total belanjaannya. Padahal minggu lalu harga bahan-bahan pokok tersebut masih terjangkau. Namun, apa boleh buat? Bu Sani juga membutuhkan bahan pangan pokok itu untuk kebutuhan rumah tangganya.
    Bu Sani memanggil Perry untuk mengajaknya pulang, dan tidak lupa mengucapkan terima kasih pada Pak sugowo. Dengan dibantu kak Rendy, bu Sani, dan Perry pun membawa barang-barang yang baru saja tadi dibelinya ke parkiran dengan raut wajah sedikit kecewa.
    Saya hanya bisa mencatat peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan masyarakat termasuk saya sendiri saat ini. Dengan ini dapat saya sampaikan di bawah, kita masih bisa bertindak atau menangani krisis ekonomi yang ingin terjadi dalam kurun waktu 2 atau 3 tahun lagi. Mulai dari hal kecil misalnya seperti pengentasan masyarakat yang melakukan perjudian online untuk mengurangi hutang negara, memperketat layanan publik, dan menciptakan perangkat canggih yang dapat mengurangi atau mendeteksi korupsi secara cepat (inovasi karya anak bangsa). Semua berawal dari kita semua. Jadilah masyarakat yang cerdas, kreatif, inovatif, dan mendukung pemerintah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jogja Pada Saat Itu

Surprise at My 17